Berbicara
jodoh, memang tiada habisnya. Sebagian
besar manusia Indonesia adalah tipe manusia yang pasrah terhadap takdir jodoh
mereka. Mereka beranggapan bahwa hidup, jodoh, dan mati sudah digariskan
oleh Yang Mahakuasa. Mereka melupakan bahwa Sang Mahakuasa adalah
setinggi-tinggi-Nya Kuasa yang mampu melakukan apa saja. Bahkan mengubah takdir
yang sudah DIA tuliskan untuk manusia. Tetapi hal ini tidak banyak disadari
oleh manusia, hingga pada akhirnya mereka menyerah dan pasrah menerima apa
takdir mereka. Mereka berdalih itulah yang namanya ikhlas menerima
kehendak-Nya. Padahal “ikhlas menerima kehendak-Nya” hanya berlaku bagi mereka
yang sudah berusaha, ikhtiar sampai batas akhir kemampuan mereka, ditambah
ibadah dan amalan-amalan lainnya. Jadi bagi mereka yang berdalih “ikhlas
menerima kehendak-Nya” tetapi hanya bermalas-malasan, dan tidak melakukan apa
pun untuk memperbaiki dirinya adalah manusia yang merugi dan terlalu banyak excuse atau alasan.
Beberapa orang
menjadi sensitif ketika kata jodoh mampir di telinga mereka. Entah karena sudah
frustasi atau memang pernah tersakiti. Tetapi inilah realitas dan takdir yang
sudah digariskan untuk semua makhluk ciptaan-Nya, bahwa setiap manusia
diciptakan berpasang-pasangan laki-laki dan perempuan. Tak terhitung berapa
banyaknya tokoh rekaan maupun nyata yang diceritakan sebagai mereka yang
berpasangan. Sebut saja ada Rama-Sinta, Romeo-Juliet, Adam-Hawa. Tokoh-tokoh
yang digaris hidupnya ditakdirkan untuk saling mengisi satu sama lain, dan
dituliskan untuk saling melengkapi satu dengan lainnya.
Namun,
kenapa jika sudah ada ketetapan dari-Nya tentang jodoh kita, masih banyak di
antara kita yang ragu akan jodohnya masing-masing? Masih khawatir dan sangat
sering bersikap tidak rasional? Seorang teman pernah mengeluh kepadaku. Dia dan
pacarnya sudah pacaran hampir empat tahun, tetapi di tahun kelima mereka putus
karena si wanita dijodohkan oleh orangtuanya. Dia sangat terpukul akibat
kejadian tersebut. Apa jodoh yang menentukan orangtua? Dengan keyakinan 100
persen, aku jawab TIDAK. Orangtua kita hanyalah perantara atau media dari
keputusan Allah swt tentang jodoh kita. Walaupun, orangtua memaksa bagaimanapun,
jika dia bukan jodoh kita yang sudah dituliskan-Nya, kita tidak akan berjodoh
dengannya. Hanya percayakan pada-Nya kalau jodoh untuk kita sudah disiapkan
yang terbaik. Disiapkan yang benar-benar sesuai dengan kapasitas kita. Sesungguhnya
yang benar-benar mengerti kapasitas kita dengan amat baik hanyalah Dia..
Jodoh untuk orang-orang baik adalah
mereka yang baik pula.
Bagaimana dengan orang yang tidak baik atau belum baik? Ya, jodohnya adalah
mereka yang tidak baik atau belum baik. Jangan protes dulu sebelum baca
penjelasan saya berikutnya.
Kadang kita
heran, soalnya aku pun sendiri juga sangat heran ketika jalan-jalan di mal, di
tempat keramaian, kita sering mellihat pasangan yang bahasa kasarnya jomplang(tidak seimbang). Kadang
ceweknya cantiiiiiik banget tetapi cowoknya kurang ganteng. Atau sebaliknya. Bahkan
mungkin yang lebih ekstrem, cowoknya sudah tua renta, sementara si cewek masih
bugar layaknya anak SMA. Langsung saja dalam hati kita men-judge pasangan tersebut sebagai pasangan yang tak adil. Kenapa tak
adil? Karena kita merasa yang lebih tampan atau cantik seharusnya mendampingi
cewek cantik atau cowok tampan yang kita lihat. Sebenarnya itu pandangan yang
keliru, karena apa yang kita lihat, itu hanya bagian luarnya saja. Bagian dari
permukaan mereka. Seperti gunung es, yang hanya terlihat sepertiga bagian
kecilnya di permukaan tetapi menyisakan dua pertiga bagian besarnya di bawah
permukaan.
Jika kita
tidak ingin karam seperti Titanic, janganlah kita men-judge orang dari penampilannya saja. Mungkin dia kurang tampan,
tapi di sisi lain ibadahnya mungkin bagus, sedekahnya hebat, atau mungkin dia
laki-laki dengan kadar kesetiaan tiada tara. Who Knows? Jadi, tidak usah protes dan jangan sirik lagi kalau
melihat pasangan yang kita anggap jomplang.
Kalau kita terus-terusan protes dan sirik, yang pertama kita dapat dosa, yang
kedua jodoh idaman pun enggan mampir ke kita.
Misalnya kita
terlahir dengan paras pas-pasan, harta pas-pasan, dan juga kelakuan pas-pasan. Lantas
apakah kita mengharap jodoh yang “pas-pasan” juga? Maksudnya, pas dilihat
menarik (tampan/cantik), pas butuh sesuatu, dia ada duit, pas kita butuh support, dia ada. Salah atau tidak? Tidak
Slah. Apa takdir atau nasib bisa diubah? Bisa banget. Ada beberapa ayat dalam
Al-Qur’an yang menjelaskan hal ini. Tapi apa kita hanya diam dan menunggu jodoh
impian kita dan dia akan datang menghampiri kita? Ini hal yang salah! Jika kita
ngerasa ada yang kurang dalam diri kita dan kita mengharap jodoh yang lebih,
sebenarnya gampang. Tingkatkan level kita sama seperti jodoh yang kita
dambakan. Misalnya, shalat kita masih bolong-bolong, tetapi kita berharap punya
jodoh yang rajin ibadah, rajin shalat, dan lain-lain. Pelan-pelan kita harus
pantaskan diri untk jodoh kita tersebut. Tingkatkan shalat kita, biasakan
sedekah, rajin-rajin baca Al-Qur’an. Atau misalnya kita berharap jodoh yang
cantik atau tampan, tetapi kita sendiri lihat kaca kadang ogah karena gitu-gitu
aja. Kalau wajah atau paras tidak bisa diubah, yang kita ubah adalah ketampanan
dan kecantikan akhlak kita, kecantikan perilaku kita, kecantikan otak kita, dan
lain-lain. Selalu ada jalan bagi mereka yang berusaha. Selalu ada kemudahan
bagi mereka yang sungguh-sungguh mengusahakannya, dan berjuang untuknya.
Jodoh itu
tidak ditunggu, tetapi kitalah yang harus menjemput jodoh kita. Tidak perlu
lari, tidak perlu naik tangga, cukup pantaskan diri kita seperti jodoh yang
kita harapkan. Pantaskan diri kita seperti jodoh yang kita dambakan. Mustahil satu gelas kecil berharap
menampung air satu galon, kalau kita berharap menampung air satu galon, jadikan
diri kita seperti ember yang mampu menampungnya. Jadi, mulai sekarang
tetapkan seperti apa jodoh dambaan kita. Dari kriteria yang sudah kita
tetapkan, kita dapat mengukur diri kita sendiri seperti apa kita harus
tingkatkan kualitas diri kita. Jangan banyak mikir dan menunda, sudah tuliskan
saja dulu. Menulis itu tidak perlu bingung, tuliskan saja seperti kita menulis
catatan sehari-hari kita. Ambil pensil atau bolpoin, ambil kertas, sudah. Tuliskan
apa yang ada dipikiran kita dulu.