Mungkinkah ada secuil kebahagiaan ketika kehampaan
setia kucacah di ujung luka yang belum mengiring.
Hampa yang mengendus nelangsa dan selalu berakhir
dalam genangan kecewa yang memuja sia-sia. Mengais
pilunya hati tanpa tahu kemana mesti mencari obatnya.
Tergopoh dibilas sedu sedan tangis yang ingin segera
kubasuh dengan senyum merona. Melibas pahit yang
kautinggalkan, menelaah hati baru yang mungkin datang
menjelang.
Siapa tahu di suatu masa, kutemukan setitik cinta bersemi
Tanpa tanda tanya. Datang dengan lugunya, menawarkan
terang di balik gelap yang mendekapku dalam titik hitam
yang memanjang.
Setidaknya aku masih punya mimpi yang coba
kuwujudkan dalam damba, meski hanya menepis pada
getar ilusi belaka.
Semoga...
Sepertinya menikam diri sendiri tanpa sakit menjerit.
Kutelan pedih karena mencintai dirimu yang hanya
meninggalkan serpihan lara. Kaupagutkan hatimu pada
orang lain ketika kat asetia kujaga di atas pengharapan
satu-satunya. Tiada ingin kuakhirkan jejak cintaku selain
kepadamu. Tapi kini segalanya telah cukup. Selama ini
kau hanya memberiku mimpi belaka, lain tidak. Aku
pergi kesana terlalu mencintaimu, itulah akhirnya.
Biarlah rasa ini kupendam mati. Dan jangan kau pernah
bertanya meski ada ruang untuk kembali. Aku yang
memualakan, aku juga yang harus meniadakan. Dari tiada
menjadi ada, dari ada emnjadi tiada. Meski jerit sakitku
tak berbuah tangis, jiwaku merapal duka yang meraja di
atas bahagiamu.
Selamat Tinggal!
Menyeka segala lara yang menguntit pada malam gelap
Merobek indahnya cerita mencintai dan menantimu
Sapa yang kuruntut pada deretan hari tak menjemput
nyata
Pertemuan yang ku[ilih sebagai pembunuh rindu hanya
menyapu sia-sia
Tak kudengar bisik lembutmu merambah sepiku
Menyudutkanku di batas gelisah yang mengunyah luka,
satu demi satu
Andai kau tahu.
Detik yang kuratapi, menjepit segala ruang yang
kusinggahi. Eribu catatan tentang cinta dan penantian
yang kualamatkan untuk satu nama, telah sampai pada
titik penghabisan. Tak ada lagi celah untuk pengecualian.
Segala dalil untuk membuatku kembali menghunus
damba, kuingkari dengan membiarkan kecewa dan laraku
mengendap dalam emosi yang membara. Membunuh
rindu untuk bangkit lagi. Menenggelamkan janji setia
pada altar tak berpenghuni.
Yang kulihat hanya
bayangan kesepian mencekik.
Mengulum warasku, tak bersisa. Yang kudekap hanya
kesendirian di atas jejak kenangan menyakitkan.
Ke mana akan kubawa duka yang bertahta ini?
Berlindung tak ada payung yang membentang, menangis
tak ada sandaran. Lembab udara yang berembus,
mengundang debu merangkul nalangsaku. Memungut
serpihan cinta yang mulai menghilang ditelan senja kala.
Masih adakah sejumput bahagia menjelma? Aku masih
saja mengesah mimpi menjadi nyata. Medulang ilusi
dengan sia-sia. Mendesahkan harapan yang tersisa tanpa
selera. Bisu membungkam maya. Rebah kaku dengan
tatapan mata yang terus menua. Dan aku tak tahu, di mana
kini aku berada.
Menjaring cinta yang timbul tenggelam
di pelukan mimpi yang tak berkesudahan.
menyisakan perih yang meguruk tawa
pada buramnya kaca cermin yang terbelah.
Masihkah ada secuil hati yang tersisa untuk sendiriku?
Tak kucium sekelebat wangi mawar dalam gelisahku.
Tak kurengkuh syahdunya rindu yang mengetuk ruang
kegersanganku. Kemana kaki ini mesti berjalan mencari
sandaran hati yang bergeming untuk dambaku?
Ah, mungkin semua telah sia-sia atau memang jalanku
harus kesendirian dan termangu diam di batas
tanya cinta yang tak jua menyingkapnya tabir bahagia.
Aku pasrah!
Dan semoga aku belum kalah!
Inilah pilihanku:
Kuingkari cintaku dengan membiarkan kecewa
dan lara mengendap dalam emosi yang membara
Izinkan aku bunuh rindu biar bangkit lagi
Menenggelamkan janji setia pada jiwa-jiwa yang
meregang sepi
Melupakanmu dari tiap inci kenangan dalam hidupku
yang hampa
Kucari jejakmu yang terisap kangen tadi malam.
Membawa khyalku dalam rindu yang menggami
resah, lalu galau. Gundah menelinap di balik senyum
sederhanamu yang datang bersama gerimis pagi
Lalu...
Ada damba untuk memelukmu, seketika. Menggiring
serta cintamu saat mata beradu dalam ketulusan yang
tak bersyarat.
Lalu...
Jejakmu merunutkanku pada arakan cinta berkelok.
Menyisakan sepotong kemesraan yang menyisir indah di
butiran pasir basah.
Lalu...
No comments:
Post a Comment